Pages

Sunday, November 7, 2010

Kesawan, Dulu dan Kini

Sebagai orang Medan, siapa sih yang ga tau Kesawan? 

Mungkin untuk orang polos yang taunya belajar fisika quantum dan persamaan garis simetri tiap malam seperti saya yang cihuuii ini mungkin ga tau, secara saya bukan AGM (Anak Gaul Medan), huehehee.

Ehhmmm.

Cukup sekian dengan kepolosan diri saya, we’re off to the main topic : KESAWAN

Jengg...jengg....jengg... *musik latar*

Pas lagi asik-asiknya browsing, saya cukup tertarik dengan satu gambar yang memperlihatkan daerah Kesawan di tahun 1920-an. Ini loh potonya :

 sumber gambar

As we seen in the picture, suasananya jadul abis, masi ada delman, sepeda janda a.k.a sepeda onthel, ada juga mirip orangan sawah polantas di sebelah kanan, ga tau juga sih itu orang apa patung, hhehee :p. Tapi, dilihat dari gambar diatas suasananya kayak di Chinatown yang di pilem-pilem barat itu looh, kesan oriental terlihat jelas di gambar. Gara-gara gambar inilah saya yang mulanya yang taunya Kesawan itu hanya semacam foodcourt yang rame kalo hari uda malam, menjadi tertarik untuk mengetahui sejarah dan latar belakang dari Kesawan itu sendiri.

Kesawan Zaman Jebot a.k.a Jadul

Berdasarkan info yang akurat dan terpercaya dari Om Wiki :

 
Kesawan adalah nama sebuah daerah di Kecamatan Medan Barat, Medan, Indonesia. Kawasan ini adalah kawasan yang dipenuhi bangunan-bangunan bersejarah dan Jalan Ahmad Yani yang berada di kawasan ini merupakan jalan tertua di Medan.

Sebelum 1880 Kampung Kesawan dihuni oleh orang-orang Melayu, namun kemudian orang-orang Tionghoa dari Malaka dan Tiongkok datang dan menetap di daerah ini sehingga Kesawan menjadi sebuah Pecinan. Setelah kebakaran besar melalap rumah-rumah kayu di Kesawan pada tahun 1889, para warga Tionghoa lalu mulai mendirikan ruko-ruko dua lantai yang sebagian masih tersisa hingga kini.

Saat ini kawasan Kesawan telah dijadikan sebagai pusat jajanan makan yang ramai pada malam harinya bernama Kesawan Square
Dilihat dari sejarah asalnya, dari tahun 1870 s/d 1930, sekitar 300.000 orang China didatangkan Nienhuis ke Tanah Deli, khususnya Medan. Sama dengan imigran lain, mereka diperiksa kesehatannya dan dikirim ke sentra-sentra perkebunan karet, kopi, dll. Pengusaha-pengusaha saat itu tidak hanya Belanda, juga Amerika, Belgia, Jerman, Ceko dan bangsa-bangsa Barat lainnya yang mempunyai hak konsesi tanah dari Sultan Deli (ternyata jumlah ini tidak cukup, didatangkan pula imigran dari India, Jawa, dsb. Makanya Medan menjadi multietnis). Bukan hanya di Deli tapi juga di sekitar: Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Tanjung Balai, Rantau Prapat, Kisaran. Kuli kontrak keturunan China pada zaman Manchu masih punya ‘ekor kuda’.
Mereka tidak langsung ke Medan—yang masih hutan belantara—tapi ke Labuhan Deli, ‘pintu masuk’ dulu (kalau kita ke Labuhan Deli sekarang ada ruko-ruko lama model China yang sama seperti yang ada di Malaka, Penang, Singapura). Di sini pula pusat kekuasaan kerajaan Deli, sebelum pindah ke Medan. Tak heran, model dari rumah toko (ruko) model lama 2 atau 3 lantai yang ada arcade atau kaki limanya yang ada di Medan: di Kesawan, di Pecinan (Jalan Semarang, Jalan Bandung) persis sama dengan ruko yang ada di Penang, Malaysia, Singapura.
Orang China di Labuhan Deli mulai berpindah ke Kampung Medan Putri. Kawasan pertama yang mereka tempati adalah kawasan Kesawan (Chinatown I), sekitar tahun 1880, mereka masih menggunakan ruko yang hanya terbuat dari kayu. Sederhana sekali. Sayangnya pada tahun 1890-an akhir ada kebakaran besar; barulah dimulai pembangunan ruko seperti sekarang, yang terbuat dari batu.[1]

Adapun gedung-gedung tua yang masih eksis sampai sekarang :

* kantor Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij
* Gedung South East Asia Bank
*Gedung PT. London Sumatera Tbk.
* Gedung Bank Modern (dulunya kantor perwakilan Stork)
* Rumah Tjong A Fie
* Gedung Jakarta Lloyd (dulunya kantor perusahaan pelayaran The Netherlands Shipping Company dan sempat menjadi kantor Rotterdam's Lloyd)
* Gedung PT. London Sumatera (dulu kantor Harrison & Crossfield)
* Cafe Tip Top (masih beroperasi hingga kini dari zaman kolonial)

Bangunan diatas bagus dijadikan objek fotografi loh, lebih mantep lagi kalo huntingnya malam, ‘lebih punya taste’ hhehee, tapi kalo untuk rumah Tjong A Fie agak susah kalo malam, ga dikasi masuk.
*menghela nafas*


  • Kesawan di Era Millenium dewasa ini *tsaaahh!* 

    Subjudul di atas dibuat sok paten gitu biar agak mantap dikit, hhehe. OK. Lanjuuuut! 

     Sumber gambar

    Saat ini daerah Kesawan dikenal sebagai kawasan penjajaan makanan yang terbesar di Kota Medan. Disana menawarkan berbagai jenis makanan yang dijual pada lewat petang sehingga waktu malam di Jalan Ahmad Yani. Kesawan Square telah menjadi lokasi utama dalam berburu makanan khas Medan, jadi kalo kayak yang di tipi-tipi ada pria paruh baya yang doyan bilang “maknyuus!”, yang merupakan sosok culinarist yang beken di negeri ini, maka Kesawan Square ini bisa dibilang sebagai daerah wisata kuliner Kota Medan (saya tau agak susah mencari silogisme antara ahli kuliner dan Medan sebagai kota wisata kuliner, saya sendiri juga bingung,   BUKK! *digebuk kak Rotua*).

    Lanjut lagi deh, sebagai daerah wisata kuliner di Kota Medan, Kesawan Square menawarkan mulai dari menu tradisional, oriental sampai sajian internasional pun tersedia disini. Kesawan Square merepresentasikan diri sebagai daerah wisata jajan malam hari. Begitu langit mulai gelap, sepanjang jalan Ahmad Yani segera ditutup. Suasana semrawut, bising dan macet saat siang hari segera berganti. Kesibukan para penjaja menata gerobak, tenda, meja dan kursi berwarna-warni menjadi pemandangan utama. Semuanya tambah sedap dengan diterangi lampu hias hasil kerja mantan Walikota Medan Drs Abdillah SE Ak MBA. Sayang, di sepanjang lokasi ini berderet papan reklame tak mau kalah nampang. Makan-makan di tengah jalan yang begitu padat waktu siang hari memang terasa berbeda. Apalagi terusan jalan sejauh 800 meter itu tak cuma menyajikan aneka panganan dan jajanan, masih ada pemandangan gedung-gedung tua.

     
    Sumber gambar

    Awalnya, pembangunan Kesawan Square sempat mengundang kritik dan protes dari warga Medan. Warga khawatir, penutupan ruas Jalan Ahmad Yani akan membuat kemacetan bagi jalan-jalan di sekitarnya akibat harus menampung luberan arus kendaraan. Belum lagi masalah parkir kendaraan yang akhirnya harus dialihkan ke ruas jalan lain. Namun, setelah berjalan beberapa pekan, pengoperasian kawasan itu semakin tertib. Pengelolaan kawasan Kesawan diserahkan pada sebuah perusahaan swasta, yakni PT Star Indonesia, yang menjadi mitra Pemko Medan pada sejumlah proyek pengembangan kota.[2] 

    Kalo dari pengalaman aku jajan disana sih, harga makanannya cenderung mahal dan  denger-denger dari temen yang uda pernah nyoba juga, rasanya sih biasa aja, tapi ada satu hal yang ga didapat dari foodcourt-foodcourt yang sejenis lainnya yaitu suasananya. Hhmmm... how can i describe that word, suasana makan disitu asik, kesan yang paling mantap menurut saya adalah keberadaan gedung-gedung tua disekitarnya, kita kayak lagi flashback to the past, ngayalin suasana tempo dulu yang pernah ada disana, that’s really awesome :D , kurang lebih sama kalo kita bandingin suasana nonton di bioskop pasti lebih asik daripada nonton dirumah (mungkin, hhehee.), tapi saya saranin kesana enaknya rame-rame bareng temen, kalo sama pacar ga asik, soalnya terlalu banyak manusia yang berkeliaran, jadi ga dapet momen syahdunya *halaaah.*
That’s it. Semoga dapat menambah wawasan anda, hhehe.

Ehhmmm.

It’s time for me to disappear

*POOF* 



2 komentar:

  1. ini pure tulisan opung???

    mantap pung! :D

    ReplyDelete
  2. iya la pung
    tapi tetep pake source juga laa buat referensinya

    ReplyDelete